Sabtu, 26 Februari 2011

Negara Iku Nguwongke Rakyat


Resensi

Judul
Negara, Pasar dan Rakyat ; PencarianMakna, Relevansi dan Tujuan
Penerbit
Yayasan FAHAM Indonesia
Tahun terbit
Februari 2011
Penulis
Fahri Hamzah
Harga
1.      Edisi Diskon Rp. 37.000,-
2.      Edisi Mahasiswa Rp. 72.000,-
3.      Edisi Lux Rp. 110.000,-
Ilustrasi Sampul
21cm x 14cm, Warna sampul Merah putih dengan gambar ‘Bang Fahri’ di depan dominan.
Judul buku tertulis huruf Kapital dengan warna Putih.
Jumlah Halaman
611 Halaman
Negara  Iku Nguwongke Rakyat
Oleh: Teguh Eko Sutrisno[*]
“….Kedaulatan negara pada dasarnya bersumber dari kedaulatan rakyat. Jika kedaulatan tersebut dimonopoli dan rakyat melemah, maka saat itulah negara tidak memiliki kekuatan pada dirinya sendiri dan rendah di hadapan bangsa lain… (Negara, Pasar dan Rakyat : hal. 573)”
            Demokrasi di Indonesia kini kian tercederai oleh praktik-praktik penguasa yang ngelantur. Lucu sekali negeri ini, dimana ada pemimpin yang hobi ‘curhat’ memelas simpati rakyat. Padahal seharusnya rakyatlah yang lebih berhak mengeluarkan curhat pada pemerintah, kenapa malah terbalik….? Dalam contoh lainnya, ambiguitas lakon pun diperankan oleh rakyat. Tidak sedikit rakyat yang justru main hakim sendiri mengeksekusi konflik dengan cara premanisme. Mereka ‘menyerobot’ fungsi pemerintah dalam menyelesaikan konflik. Padahal eksekutor setiap persoalan di negeri ini seharusnya menjadi lahan para lembaga eksekutif, kenapa malah terbalik….?
            Pemahaman yang komprehensif mengenai negara seharusnya menjadi pengetahuan wajib para negarawan di negeri ini. Tentu saja agar tidak ada saling berebut peran antara rakyat dan negara. Termasuk dalam memahami kedudukan negara ini terhadap para pelaku pasar. Dalam bukunya Negara, Pasar dan Rakyat,  Bang Fahri menjelaskan secara detail peran-peran ketiga pilar tersebut. Bayangkan jika pasar menyerobot peran pemerintah, maka akan terjadi monopoli pasar yang merugikan rakyat. Mantan aktivis ’98 ini mencoba membuat ketiga pilar tersebut saling ‘bersilaturahmi’ dengan bahasa yang meyakinkan.
            Pada bagian satu, Fahri hamzah bercerita seolah khawatir dengan kian memanasnya ‘konfrontasi’ antara rakyat dan negara belakangan ini. Sehingga pemimpin pertama KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) ini menjabarkan job description negara yang justru harus nguwongke rakyat. Belum selesai sampai disitu, kontemplasi beliau sebagai jebolan Fakultas Ekonomi UI juga terekam dalam bagian dua buku ini. Tidak jarang bang fahri mengemukakan tentang kondisi pasar saat ini dengan bahasa yang ‘gregetan’. Banyak sekali blunder yang dilakukan oleh para pelaku pasar yang terpaksa harus diluruskan oleh buku ini. Dan hal yang menarik adalah salah satu goresan beliau mengenai instabilitas sektor riil dan moneter dengan ‘analogi kelereng dan mangkok’. Bukan itu saja, masih banyak lagi penjabaran beliau mengenai gejolak ekonomi akhir-akhir ini dalam bahasa yang kontekstual.
            Buku ini sangatlah layak menjadi referensi para akademisi, ekonom hingga seorang politisi. Pasalnya tidak ada satu tulisanpun melainkan berawal dari pemaparan teoritis-filosofis hingga kontekstualisasinya saat diterapkan di lapangan. Apalagi bagi seorang aktivis gerakan, buku ini seolah menghamparkan diskursus yang selalu menarik dan populis.


[*] Penulis adalah mahasiswa KPI fakultas dakwah UIN Yogyakarta. Kini bergiat sebagai aktivis KAMDA Kota Yogyakarta.

------------------------------------------------------------------------------------------------